Langsung ke konten utama

The Bend (1)

Akhirnya, ada satu tulisan yang berhasil rampung dan ada akhir ceritanya =))
Ini baru potongan cerita bagian pertama. Silakan menikmati. Ditunggu komentarnya. Dan, mohon maklum, masih amatiran :D



The Bend


Gemuruh mulai terdengar. Awan keabu-abuan terlihat bergerombol di langit. Sinar matahari tak lagi tampak. Angin bertiup dengan kencang. Satu-persatu air berjatuhan dari langit.
Aku berlari di bawah derasnya guyuran air hujan. Aku mengedar pandangan ke sekitar, mencari tempat berteduh. Mataku tertuju pada sebatang pohon rindang yang berdiri di sebuah tikungan.
Sesampainya di bawah naungan pohon, aku mengatur napas. Kemudian aku memeriksa map yang aku bawa. Beruntunglah, kertas di dalamnya tidak basah. Aku pun merogoh isi dalam tas. Masih aman dari rembesan air hujan.
Aku bersender di pohon itu. Aku mengamati jalan yang terbentang lurus di depan. Rumah yang aku tinggali sekarang harusnya ada di ujung jalan itu. Padahal tinggal beberapa meter saja. Tapi, tanpa payung, aku pasti sampai di rumah dalam keadaan basah kuyup. Tidak, aku tak mau menerobos hujan begitu saja. Apalagi membawa dokumen penting seperti ini.
Lima belas menit menanti, hujan akhirnya reda. Kini tinggal gerimis kecil yang tersisa. Aku memulai perjalanan pulangku kembali.
Sampai di ujung jalan, aku mengetuk pagar rumah paling pojok. Seorang pembantu wanita keluar. Bukan pembantu rumah yang aku kenal.
“Maaf, Mbak, betul ini rumah Pak Rahmat?”
“Bukan, Dik.”
“Betul ini Jalan Asri nomor 17?”
“Iya, betul. Tapi ini bukan rumah Pak Rahmat.”
“Kalau gitu, Mbak tahu rumah yang dulu dikontrak Pak Adi?”
Wah, maaf, Dik. Saya baru sebulan di sini.”
Aku mengurungkan niat untuk bertanya kembali. Akhirnya, aku pamit, berterima kasih, dan memohon maaf.
Tak tahu lagi aku harus berbuat apa. Pasalnya, ponselku baru mati tepat setelah aku berteduh di bawah pohon. Di sekitar sini tak terlihat adanya pos satpam. Jarang pula aku lihat pemukim yang berkeliaran. Sepi sekali.
Aku tak mungkin pulang ke rumah yang satu lagi. Rumah itu sedang dicat ulang. Oleh sebab itu, aku dan Ibu harus tinggal di sini selama satu minggu.
Aku berkeliling. Mencoba mencari rumah yang sekiranya mempunyai nomor rumah yang berakhiran angka tujuh. Aku yakin nomor rumahnya ada angka 7-nya. Tapi, aku lupa berapa.
Setengah jam berkeliling, aku sampai kembali di tikungan tadi. Kali ini ada seorang laki-laki seumurku berteduh di sana. Ia membawa sebuah tas. Aku yakin sekali isi tas itu pasti biola. Tapi, aneh sekali. Hujan telah berhenti. Mengapa justru baru berteduh sekarang?
Tanpa berpikir panjang, aku menghampirinya. Aku mau mencoba bertanya.
“Permisi, saya mencari rumah di Jalan Asri nomor 17. Kira-kira di sebelah mana, ya?”
“Di ujung jalan ini.”
“Saya sudah tanya, tapi ternyata bukan rumah Pak Rahmat. Atau mungkin, tahu rumah yang dulu dikontrak Pak Adi?”
Ia terdiam sejenak. Kemudian ia ingat sesuatu.
“Oh, Pak Rahmat yang dulu tinggal di sini yang rumahnya sempat dikontrak Pak Adi? Itu di Jalan Asri nomor 17-A. Dari sini, lurus di jalan sana, lalu ada belokan ke kanan, lalu belok ke kiri. Memang posisi rumahnya agak sulit. Di sebelah kanan rumah nomor 17 yang arahnya membelakangi. Jadi, tertutup tembok pembatas ujung jalan ini.”
Aku agak terkejut. Mendengar laki-laki ini memaparkan posisi rumahku yang begitu detail, aku seperti teringat seseorang. Mungkin laki-laki ini dulu tetanggaku.
Aku mengucapkan terima kasih kepadanya. Kemudian aku berjalan sesuai arah yang diberitahukan laki-laki tadi.
Tanpa ragu, aku mengetuk pagar rumah. Bersyukurlah, kali ini seorang pembantu wanita yang kukenal keluar dari rumah. Ia berkata bahwa Ibu agak cemas karena aku belum pulang padahal sudah sore. Ibu khawatir aku tersesat. Apalagi ponselku tidak bisa dihubungi. Aku hanya bisa nyengir saja.
Sayup-sayup aku mendengar ada dua orang wanita berbincang di ruang tamu. Salah satunya Ibu. Menurut pembantu rumahku, seorang lagi adalah wanita yang tinggal di dekat sini. Namun, sepertinya ia teman lama Ibu.
Aku memasuki rumah dengan perlahan. Mereka menghentikan pembicaraan mereka dan langsung menatapku begitu aku masuk.
“Vin, salam dulu sama Tante Terry,” pinta Ibu.
“Jadi ini Ervina? Sudah gadis, ya?” Ia tersenyum.
“Sekarang kuliah di mana?” Tanyanya.
“Belum, Tante. Baru mau daftar di universitas musik.”
Ia terlihat sedikit terkejut. Raut wajahnya menggambarkan suatu kebingungan. Kelihatannya ia ingin mengutarakan sesuatu, tetapi tertahan. Sikapnya membuatku bingung. Kemudian ia mengalihkan pembicaraan. Menghilangkan keanehan yang sempat terjadi.
Setelah cukup banyak ditanyai, aku pergi ke kamar. Menyelamatkan berkas pendaftaran ke universitas yang aku simpan di map yang mulai basah karena air hujan. Beruntung, berkas itu benar-benar “selamat”.
Seusai menyelamatkan berkas, aku turun dari tangga menuju dapur. Sedikit-sedikit terdengar pembicaraan Tante Terry dengan Ibu. Aku mendengarnya terisak dan menyebutkan nama Kevin. Kini berganti, Ibu yang terisak ketika Tante Terry menanyakan seseorang bernama Karina. Aku agak penasaran. Tapi, aku tak mau ikut campur. Aku pun berlalu menuju dapur.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal TO Ilmu Sharaf - BISA Angkatan 33 - Tashrif Ayat Al-Quran

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh! Di sini saya akan share soal TO khusus tashrif ayat Al-Quran beserta kunci jawabannya sebagai latihan. بسم الله الرحمن الرحيم    📚  Soal Try Out Sabtu  🖊                🖋 Angkatan 33 📒                   🗓 Sabtu,  5 - Mei -  2018 🕰 Pk. 16.00 sd 18.00 WIB 💦💦💦💦💦💦💦💦💦 Silahkan Tashrif Isthilahy Surah Ali Imran (3) Ayat 47 ➖ 56 ✍ Temukan sebanyak mungkin kata yang bisa ditashrif (kata yang tashrifnya sesuai dengan wazan yang telah kita pelajari). Bisa dalam bentuk fiil, mashdar, isim fail dan isim maful. ✍ Kata yang ditashrif hanya Fi'il Shahih, abaikan Fi'il Mu'tal (kecuali untuk Fi'il Tsulatsy Mazid yang mengandung Huruf Illah dan tidak mengubah bentuk tashrif, Silahkan ditashrif) ✍ Tugas antum menentukan FI'IL MADHI-nya, kemudian  TASHRIF ISHTILAHIY dari fiil madhi hingga fiil nahiy. Silak...

Pekan Percobaan Ilmu Sharaf - BISA

Bismillah... Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh! Di postingan ini insya Allah saya akan share materi di pekan percobaan. Sebelum itu, saya akan memberitahu dulu orang-orang yang berada di dalam grup kelas, pembagian grup kelas beserta fungsinya, dan perbedaan pelajaran pekan ini dengan pekan lainnya. Grup kelas dibagi 2, khusus akhawat dan khusus ikhwan. Di dalam grup kelas utama, yang bertindak sebagai admin, adalah muraqib/muraqibah (saya sebut 2 istilah untuk laki-laki dan perempuan). Tugas mereka adalah membagikan materi dan soal pemanasan materi di grup utama serta mengawasi keberjalanan grup kelas. Lalu, ada musyrif/musyrifah yang bertugas menjawab pertanyaan ketika muhadharah, mengoreksi tugas, dan mengurus secara langsung tholib/tholibahnya. Yang terakhir, pastinya ada pelajar, yang jumlahnya sekitar 25 orang. Jumlah ini biasanya menipis setiap minggu hingga bersisa belasan orang. Tapi tenang, kalau serius menjalaninya, insya Allah bisa dan mudah. Jadi, sebag...

Program Ta'aruf Yayasan BISA - Ilmu Bahasa Arab

Bismillah...  Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.  Saya ingin berbagi informasi program lainnya dari Yayasan BISA, yaitu Ta'aruf. Program ini masih baru. Saat ini angkatan ketiga sedang dalam masa pembelajaran.  Bagi teman-teman yang masih awam soal Yayasan BISA, bisa baca dulu tulisan lama saya tentang Program Ilmu Sharaf untuk Pemula .  Apa itu Program TA'ARUF?  TA'ARUF sendiri merupakan akronim dari Terampil Imla huruf. Program ini bertujuan untuk mengetahui cara penulisan huruf-huruf Hija'iyyah, kaidah penulisan Hamzah, Alif, huruf yang ditulis tetapi tidak dibaca, serta huruf yang dibaca tetapi tidak ditulis.  Program Ta'aruf Angkatan 3 GRATIS dan hanya untuk alumni program-program di Yayasan BISA. Saya termasuk kategori alumni BISA angkatan 1-35 dan Shaum (BISA Premium, belajar Ilmu Sharaf berbayar) angkatan 1-2. Pendaftaran hanya diumumkan di grup alumni program BISA dan dilakukan secara bertahap. Artinya, program ini diumumkan di grup alumni...