Aku menghempaskan badan ke kasur. Lelah rasanya setiap Lebaran harus berjumpa dengan tante itu. Aku diinterogasi seperti seorang penjahat.
Aku yakin sekali, Tante Rima pasti sudah menyiapkan teks pertanyaan sebelum datang ke kumpul keluarga. Seandainya itu adalah riset, hasil wawancaranya setara dengan satu skripsi.
Meskipun kuakui Tante Rima cukup solutif. Ketika ia bertanya kapan aku lulus kuliah dan kujawab masih menyusun skripsi, ia menawarkan bantuan apapun untuk mempercepat pembuatan skripsi. Aku jadi penasaran, jangan-jangan Tante Rima punya bisnis jualan skripsi.
Lain waktu, saat ia bertanya apa aku sudah dapat pekerjaan dan kujawab masih melamar, ia menawarkan untuk bekerja di perusahaan sahabatnya. Masalahnya, aku ini lulusan farmasi. Masa aku ditawari bekerja di perusahaan travel agent?
Ada satu kejadian yang sangat membuatku kesal. Dengan santainya ia membawa seorang lelaki, anak sahabatnya, untuk diperkenalkan kepadaku saat kumpul keluarga! Hari itu aku kabur dari rumah karena aku marah dengan semua keluargaku.
Aku heran, kenapa ia tidak melakukan semua hal itu kepada anaknya saja, sih?
Suatu hari, Ibu menyampaikan kabar kepadaku kalau Tante Rima mengalami serangan jantung dan dirawat di rumah sakit tempatku bekerja. Ibu saat ini sedang sibuk menyiapkan ujian sekolah. Ia belum punya waktu untuk mengunjungi kakaknya.
Dengan rasa malas, aku mengikuti titah Ibu. Saat masuk ke ruangan rawat inap, aku baru melihat wajah Tante Rima yang tampak lebih tua dan menyimpan kesedihan. Selama ini ia selalu tampak ceria. Setidaknya, ia tidak pernah menunjukkan wajah bersalah ketika menghujaniku dengan pertanyaan ketika kumpul keluarga.
Tiba-tiba saja ia meminta maaf atas perilakunya selama ini. Ia kemudian berkata kalau ia rindu anak perempuan satu-satunya yang kini tinggal di Amerika.
Putri Tante Rima merupakan pribadi yang sangat tertutup bahkan terkadang cukup agresif ketika ibunya berusaha memberi arahan. Tante Rima merasa kehilangan kesempatan untuk mencurahkan kasih sayang dan rasa peduli kepada anaknya.
Sudah sepuluh tahun putri Tante Rima tinggal di benua lain. Ternyata, sudah setahun ini putrinya memutuskan hubungan. Sebagai orang yang solutif, Tante Rima sudah mencoba berbagai cara.
Ia sudah mencoba menghubungi semua media sosial putrinya. Ia hubungi orang-orang yang mungkin tinggal di sana hingga menghubungi staf konsulat jenderal. Sayangnya, tidak ada hasil. Sebagai usaha terakhir, Tante Rima sudah beli tiket penerbangan ke kota Chicago dan memesan penginapan. Sayang, dua minggu sebelum keberangkatan, ia jatuh sakit.
Aku akhirnya paham dengan semua tingkah lakunya. Ia hanyalah seorang ibu yang rindu untuk menjadi ibu bagi anaknya. Aku menjadi simpati.
Mungkin apa yang aku lakukan tidak akan setara dengan semua solusi yang ia lakukan. Setidaknya, aku ingin mencoba membantunya.
"Tante, gimana kalau saya yang terbang ke Chicago?"
Komentar
Posting Komentar