Kau telah pergi
Tinggalkan aku dalam perih
Mimpi-mimpi yang tak mungkin kembali
Saat kau dan aku saling memilikiRasa ini tak mungkinBisa kuungkap lagiBerakhir rasa yang kumilikiSatu cinta aku
Lagu ini dirilis saat aku duduk di kelas 1 SMP. Setelah mendengar lagu ini, aku terinspirasi untuk menulis cerita. Dengan judul yang sama, kisah dimulai dengan persahabatan enam anak perempuan di satu kelas. Di kelas itu, ada laki-laki yang menawan dan pintar bernama Rizki. Indri, salah satu dari enam sekawan, menyukai Rizki.
Rupanya, Rizki juga menyukai Indri. Belum sampai mereka saling menyatakan cinta, Indri mengalami gejala penyakit serius, yaitu demam tinggi dan sering mimisan. Setelah diperiksa, Indri mengalami penyakit kanker darah stadium lanjut. Hanya dalam waktu satu bulan, tubuh Indri menjadi sangat kurus dan lemah. Karena dokter sudah menyerah, Indri dirawat di rumah.
Setiap pulang sekolah, kelima teman Indri dan Rizki menjenguknya. Suatu hari, kondisi Indri kritis. Saat kelima temannya sedang menjenguk, Indri muntah darah. Kelima temannya memeluknya erat-erat karena takut Indri akan segera pergi meninggalkan dunia. Tiba-tiba saja Indri pingsan.
Salah satu teman Indri, Febri, menelpon Rizki untuk datang. Saat Rizki sampai di rumah Indri, dokter yang memeriksa Indri menyatakan Indri sudah tiada. Rizki bersimpuh di sisi kasur tempat Indri berbaring sambil menangis, menyesali keputusannya yang masih belum sempat menyatakan cintanya kepada Indri.
Kelima teman Indri dan Rizki hadir dalam prosesi pemakaman. Febri mendekati Rizki dan menghiburnya. Rupanya, Febri menyimpan rasa untuk Rizki. Namun, ia menyembunyikannya karena tidak ingin melukai perasaan sahabatnya, Indri.
Cerita ini berlanjut dengan usaha Febri menyembuhkan duka di hati Rizki. Ia dengan sabar menunggu hingga Rizki mau membuka hati. Saat akhirnya Rizki mulai menyukainya, Febri meninggal akibat kecelakaan.
Kelanjutan cerita ini masih punya pola yang sama. Satu anak perempuan meninggal lalu temannya mendekati Rizki. Ketika akhirnya saling memiliki rasa, anak perempuan itu meninggal. Apakah aku sedang membuat cerita kutukan cinta? Mungkin.
Seandainya cerita ini mau aku jadikan cerita horor, aku akan menyisakan perempuan terakhir, yaitu Rina. Tiga belas tahun kemudian, Rizki berusaha mendapatkan hati Rina. Rina tidak memiliki rasa cinta terhadap Rizki. Ia kesal karena semua sahabatnya meninggal setelah mereka berusaha mendekati Rizki. Karena kegigihan Rizki, hati Rina akhirnya luluh.
Rizki meminta bantuan Rina mencari tahu penyebab meninggalnya perempuan-perempuan yang menyukai Rizki. Rina dan Rizki sempat pergi ke dukun. Setelah dukun memberi jampi-jampi untuk Rizki, Rina justru menjadi sering mendapat gangguan dari sesosok perempuan berambut panjang. Bukan hanya menampakkan diri tetapi sosok ini juga memengaruhi segala hal yang dapat mencelakakan Rina.
Rina dan Rizki memutuskan untuk diruqyah. Saat ustadz membacakan ayat suci, sosok hantu perempuan itu merasuk dalam raga Rina. Ia mengaku sebagai ibunya Rizki yang tidak rela anaknya dimiliki perempuan lain. Ibunya Rizki dulu meninggal saat usia Rizki baru lima tahun.
Rizki tidak terima. Ia memarahi jin yang merasuki tubuh Rina. Ia tahu betapa lembut hari ibunya. Ibunya tidak mungkin ingin mencelakakan perempuan yang akan menyayangi Rizki. Ia tidak mengakui jin itu sebagai ibunya.
Jin perempuan itu marah. Ia keluar dari tubuh Rina dan merasuki tubuh Rizki hingga ia pingsan. Di dalam alam bawah sadar, jin itu berkelahi dengan Rizki. Rina memanggil-manggil nama Rizki sambil menangis. Ia mengakui sebenarnya ingin bisa hidup bersama Rizki tapi takut bernasib sama dengan sahabat-sahabatnya.
Ustadz yang meruqyah memanggil puluhan santri untuk membantu mengeluarkan jin yang merasuki Rizki. Kekuatan bacaan ayat-ayat suci membuat jin itu melemah hingga akhirnya jin itu keluar dari tubuh Rizki. Rizki dan Rina kini bisa bernapas lega karena tidak ada lagi gangguan jin. Tak lama setelah kejadian itu, mereka memutuskan untuk menikah.
Akhir bahagia. Tidak ada plot twist. Ah, akhir cerita khas film horor Indonesia.
Komentar
Posting Komentar