Hari ini aku punya banyak agenda. Mulai dari mengirim dokumen pajak, mengajak anak ke tempat main, hingga masak makanan untuk dibawa ke rumah teman.
Jam 9.40 aku membawa kedua anakku keluar apartemen. Kami bertiga jalan kaki sejauh 400m. Aku cukup percaya diri, anakku yang berusia 1,5 tahun pasti merasa senang diajak berjalan kaki.
Sesampainya di kantor pos, USPS namanya, aku mengambil amplop dan mengisi alamat tujuan pengiriman dokumen pajak. Lalu aku mengantre. Sesampainya di depan kasir, aku dibuat kesal.
Aku ingin membayar biaya pengiriman dengan kartu kredit. Aku diminta menunjukkan kartu identitas yang tidak aku bawa. Aku meminta keringanan menunjukkan kartu dalam bentuk foto. Ternyata, kartu yang diminta harus dalam bentuk fisik.
Dengan terburu-buru aku meminta anak pertamaku yang berusia 3,5 tahun untuk lari sedang aku menggendong bayiku.
Kembali ke apartemen, aku mengambil semua jenis kartu. Aku juga membawa wagon, sejenis stroller tapi berukuran besar dan muat untuk dua orang. Jadi, cukup kudorong menuju kantor pos.
Sesampainya di sana, ada pelanggan sedang marah-marah karena paketnya entah berada di mana. Giliran aku menuju kasir, ia masih juga teriak-teriak. Otomatis sulit bagiku untuk mendengar penjaga kasir berbicara.
Lagi-lagi aku dibuat kesal dengan aturan rumit di kantor pos. Kalau ingin membayar dengan kartu kredit, pelanggan harus menunjukkan kartu identitas yang namanya sama. Ya ampun! Kartu kredit itu atas nama suamiku. Segera saja aku sodorkan kartu debit. Dengan nada kesal aku pun bertanya, "Harus sama juga identitasnya?"
Untungnya, pembayaran dengan kartu debit bebas dari syarat menunjukkan kartu identitas. Segera aku membayar dan pergi dari sana. Kenapa mereka tidak membuat poster syarat membayar dengan kartu kredit, sih? Pantas saja review kantor pos di Google selalu bernilai rendah. Pelayanannya mengecewakan.
Setelah itu, aku berjalan sekitar 250m ke sebuah tempat bermain anak-anak. Tempat ini dimiliki oleh organisasi non-profit. Semua orang bebas main di sini tanpa dipungut biaya. Bahkan kami bisa mendapat cemilan dan popok bayi secara gratis!
Hari itu entah kenapa, banyak sekali orang yang datang. Jujur, aku merasa sesak. Anak-anakku pun jadi sungkan mau main. Apalagi ketika mereka berhadapan dengan anak African-American yang cara mainnya kasar, anak-anakku memilih mundur.
Aku sudah meminta anak pertamaku untuk pulang tapi ia masih betah. Aku pun memilih menunggu hingga jam setengah satu siang aku mengajaknya keluar dengan iming-iming cemilan. Pasalnya, aku masih harus belanja keperluan hari itu.
Setelah belanja di supermarket yang jaraknya 300m dari tempat bermain dan pulang ke apartemen, aku bersiap masak ayam dan kue untuk dibawa ke rumah teman. Kami diundang buka puasa bersama di rumahnya. Beliau, orang Arab yang sudah menjadi warga negara Amerika, adalah mentor start up suamiku.
Tiba-tiba saja anak-anakku bertengkar dan rewel. Suamiku marah hingga aku pun dikuasai amarah. Bayangkan saja, bolak-balik ke tempat yang sama (oh, aku lupa bilang, sekembalinya aku dari berbelanja, aku kembali ke toko yang sama untuk membeli bawang putih yang terlupa), lalu melihat anak menangis meraung-raung ditambah suami yang marah-marah.
Aku marah luar biasa. Aku berhenti memasak dan memilih diam di kamar padahal masakanku belum beres. Setelah semua mereda, aku baru melanjutkan memanggang kue yang ternyata jadi gosong karena aku tinggal memandikan anak. Akhirnya, aku bahkan tidak jadi membawa kue itu ke rumah temanku.
Esoknya aku berbincang dengan suami. Ia berkata bahwa aku sedang tidak menguasai keadaan dengam baik. Rumah berantakan, bikin kue gosong, aku pun terlihat tidak lagi memerhatikan kesehatan badan. Tidak jarang penyakit maagku kambuh lagi.
Suamiku memintaku belajar menyeimbangkan apa-apa yang aku kerjakan. Kalau ada hal rumit yang sudah terjadi, aku harus menyederhanakan urusan lainnya. Misal, ketika anak telanjur rewel, sebaiknya aku permudah saja kegiatan masak-memasaknya.
Ternyata, ketika aku dikuasai amarah sesungguhnya akulah yang sedang tidak bisa mengatur urusan rumah dengan baik.
Komentar
Posting Komentar