Dua puluh dua tahun aku selalu tinggal serumah dengan orangtua. Ketika suami datang melamar, ia memang sudah menyampaikan rencananya untuk sekolah di luar negri. Saat itu, aku masih sesumbar, merasa percaya diri bahwa aku bisa hidup di luar negri tanpa kendala.
Nyatanya, tinggal di luar negri tanpa sanak saudara tidaklah mudah, apalagi aku belum pernah punya pengalaman tinggal terpisah dari orang tua. Ditambah, setahun setelah tinggal di luar negri, lahirlah anak kedua tanpa didampingi sanak saudara ataupun orangtua.
Setelah tiga tahun tinggal di luar negri dengan segala dinamikanya, aku menyadari ada tiga pelajaran kehidupan penting yang aku dapatkan.
1. Meluasnya arti saudara
Dulu, aku menganggap saudara hanyalah orang-orang yang punya hubungan darah dengan orangtuaku. Ketika aku datang ke sini tanpa sanak saudara, nyatanya ada beberapa orang yang begitu dekatnya dengan keluargaku hingga layak untuk dianggap sebagai saudara.
Contohnya, keluarga Pak Agus. Mereka sangat berjasa bagi keluarga kami. Pak Agus tak segan membantu kami saat membeli mobil, hingga menjaga anak pertama kami ketika aku melahirkan anak kedua.
2. Kita hanya sedang bepergian
Bukankah manusia adalah makhluk akhirat yang sedang diturunkan ke bumi dan akan berpulang ke akhirat? Ya, kita semua saat ini sejatinya sedang bepergian. Namun, aku baru benar-benar merasakan hal ini ketika aku pergi dari tanah kelahiran.
Aku merasakan rasa rindu ingin pulang ke tanah air. Meskipun aku akan tinggal lama di luar negri, aku tetap merasa tempat ini bukanlah rumahku. Aku jadi memahami perasaan orang-orang yang beriman. Mereka merasa bahwa tinggal di dunia hanyalah sementara dan seperti orang yang bepergian. Mereka akan pulang dan rindu dengan kampung akhirat.
Satu hal lagi yang berkaitan dengan bepergian. Kita pasti membawa koper perbekalan ketika akan pindah ke suatu tempat. Masalahnya, tidak semua barang bisa kita masukkan ke dalam koper karena keterbatasan ruang. Lalu, sebesar apakah koper yang akan kita bawa saat nanti kita akan pulang ke kampung akhirat? Juga, apakah semuanya berisi amal kebaikan?
3. Semua tempat adalah bumi Allah
Dulu aku merasa bimbang ketika membawa anak-anakku ke negri dengan jumlah populasi muslim tidak sebanyak di Indonesia. Aku khawatir apakah nantinya mereka akan terpengaruh dengan kebudayaan di sini yang jauh dari nilai-nilai Islam.
Kenyataannya, aku bertemu dengan keluarga Islam yang mampu menanamkan nilai Islam dengan baik kepada anak-anaknya. Anak-anak ini, dengan kesadaran sendiri, menjalankan semua perintah agama seperti mengaji Alquran, menggunakan kerudung bagi perempuan, hingga mampu menyajikan ceramah dalam majelis pengajian.
Aku pun menyadari, di manapun aku tinggal, semua tempat ini milik Allah. Kalau aku ingin mencari Allah dan kebesaran-Nya, aku pasti bisa menemukannya di manapun.
Tiga pelajaran kehidupan ini membantuku merasa lebih tenang untuk tinggal di luar kampung halaman.
Komentar
Posting Komentar