Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2025

Penyesalan di Pasar Seni

  Ini foto profil Github milik suamiku. Sewaktu menyelesaikan thesisnya dulu, ia sering membuka  repository  Github-nya saat bekerja dari rumah. Setiap kali aku melihat halaman Github-nya terbuka di monitor, selalu ada perasaan aneh yang menyelinap ke dalam dadaku. Foto itu mengingatkanku pada penyesalan yang masih mengganjal. Foto ini diambil di selasar Campus Center pada even Pasar Seni ITB 2014. Acara yang digelar saat aku duduk di tingkat tiga ini merupakan acara kampus paling meriah yang pernah aku kunjungi. Hampir di seluruh sudut kampus terdapat hal menarik yang bisa aku lihat. Hari itu, aku mengunjugi Pasar Seni tidak sendirian. Aku bersama seorang "teman" lelaki yang sudah setahun hampir selalu pergi bersamaku ke mana pun aku pergi. Belum lama kami bahkan menyepakati panggilan sayang. Aku memanggilnya dengan panggilan "Kak" dan dia memanggilku dengan panggilan "Dik" meskipun kami sebetulnya seumuran. Aku, lelaki ini, dan suamiku sama-sama mahasisw...

Catatan Program Tilawah Imsis

Alhamdulillah setelah lulus level I'dad, lalu Mutqin, sekarang saya masuk level Tilawah, bagian dari program Tahsin IMSA Sister. Berbeda dengan level sebelumnya, kali ini pembelajaran berfokus pada tilawah Al-Quran.  Pada pertemuan pertama, Selasa 2 September 2025, kegiatan yang dilakukan sebagai berikut: 1. Baca buku Iqro 1 satu halaman bergantian untuk mengecek makhrijul huruf 2. Talqin surat pendek dari juz 30. Hari ini surat An-Nas 3. Guru menyimak tilawah murid sesuai dengan halaman terakhir biasanya murid membaca Al-Quran (setiap murid mungkin berbeda). Pilihan ayat yang dibaca mulai dari Al-Baqarah sampai juz 27. Murid diminta membaca satu halaman.  Pada level ini, kehadiran dihitung. Maksimal tidak hadir 3x. Kalau lebih dari itu, harus ngulang level Tilawah lagi. Terus kalau sampai cuti dua gelombang, harus mulai dari level I'dad lagi. Jadi daripada ngulang level, kalau memang gak bisa hadir, lebih baik minta ganti hari ke guru.  Catatan talqin An-Nas: Pada surat ...

Ketika Siang Hari Begitu Panjang

Memasuki musim panas, kehidupanku seperti memasuki babak baru. Waktu siang selama 15 jam dan anak pertama libur sekolah hingga sebulan ke depan adalah kombinasi sempurna yang menghabiskan energi harianku.  Supaya energi dan kewarasanku tidak cepat habis, aku menerapkan strategi tidur pagi. Aku bangun jam lima pagi untuk salat dan mengajak anak pertamaku salat. Tidak lama setelah kami salat, matahari mulai terbit. Namun, kami memilih kembali naik ke kasur dan meringkuk di selimut berbulu tebal kesukaan kami. Pasalnya, suhu udara pagi hanya berkisar di 15°C. Tentu saja, ini situasi yang sempurna untuk tidur, mumpung anak keduaku belum bangun.  Sekitar jam sembilan pagi, anak keduaku bangun dan menuju ke kamar mandi. Inilah waktu sebenarnya permulaan hariku. Aku tak punya pilihan selain menuju ke dapur untuk membuat sarapan untuk anak-anak dan bekal yang akan dibawa suamiku ke kantor.  Pukul 10:30 pagi suamiku berangkat kerja sedangkan anak-anak sudah selesai sarapan. Mereka...

Rasa Ini

Kau telah pergi  Tinggalkan aku dalam perih Mimpi-mimpi yang tak mungkin kembali  Saat kau dan aku saling memiliki Rasa ini tak mungkin  Bisa kuungkap lagi Berakhir rasa yang kumiliki Satu cinta aku Lagu ini dirilis saat aku duduk di kelas 1 SMP. Setelah mendengar lagu ini, aku terinspirasi untuk menulis cerita. Dengan judul yang sama, kisah dimulai dengan persahabatan enam anak perempuan di satu kelas. Di kelas itu, ada laki-laki yang menawan dan pintar bernama Rizki. Indri, salah satu dari enam sekawan, menyukai Rizki. Rupanya, Rizki juga menyukai Indri. Belum sampai mereka saling menyatakan cinta, Indri mengalami gejala penyakit serius, yaitu demam tinggi dan sering mimisan. Setelah diperiksa, Indri mengalami penyakit kanker darah stadium lanjut. Hanya dalam waktu satu bulan, tubuh Indri menjadi sangat kurus dan lemah. Karena dokter sudah menyerah, Indri dirawat di rumah. Setiap pulang sekolah, kelima teman Indri dan Rizki menjenguknya. Suatu hari, kondisi Indri kritis...