Langsung ke konten utama

Postingan

Makhrijul Huruf Qof, Kaf, dan Wau, I'dad Tahsin IMSA Sister (Pertemuan Kesembilan)

Bismillahirrahmanirrahim. Pertemuan kesembilan pada Hari Sabtu, 20 April 2024 dimulai pukul 7:00 am sampai 8:30 am EST. Materi dimulai dengan membahas jadwal pertemuan selanjutnya dan ujian, yaitu pada tanggal 26 Mei 2024. Selanjutnya, mentor mengulang kembali sifat huruf Assyafatain: fa (ف), mim (م), dan ba (ب). Lalu, materi dilanjutkan dengan membahas makhrijul huruf wau (و), qof (ق), dan kaf (ك). Huruf Assyafatain Merupakan huruf yang melibatkan bibir (huruf dua bibir). Huruf-huruf yang termasuk dalam golongan ini adalah fa (ف), mim (م), ba (ب), dan wau (و). Review Makhrijul Huruf Fa (ف) Tempat keluarnya antara dua gigi seri atas dengan bibir bawah (bibir bagian dalam, yang bukan kena lipstik). Huruf fa memiliki beberapa sifat, antara lain hams (kalau ditaroh tisu di depan mulut, bisa terbang tisunya), rokhowah (mengalir), istifal, dan infitar. Review Makhrijul Huruf Mim (م) Tempat keluarnya dengan merapatkan bibir atas dan bawah. Sifat yang perlu diperhatikan dari huruf mim adalah
Postingan terbaru

Komunitas Menulis Tidak Selalu Cocok

Tulisan ini kontroversial. Silakan hubungi aku kalau ada yang keberatan. Baiklah, kali ini aku mau berani buka-bukaan. Sebagai orang yang suka menulis dan berkomunitas, ternyata gabung ke komunitas menulis tidak selalu membuatku lebih semangat menulis, bahkan ada yang mematahkannya! Pertama kali aku ingat mulai gabung komunitas menulis, yaitu grup Nulis Aja Dulu di Facebook. Awalnya aku suka dengan tantangannya. Namun, aku mulai gerah ketika semakin banyak anggota grup yang membuat tulisan tanpa aturan, salah satunya memuat hal tak senonoh. Aku jadi sebal dan benci kegiatan menulis seperti aku membenci kegiatan seni yang menurutku membebaskan manusia untuk berkreasi dengan kebebasan yang kebablasan. Pola pemikiranku konservatif atau primitif, ya? Biarlah. Suka-suka aku. Lalu, aku kembali gabung dengan grup Blogspedia setelah menjalani coaching  selama tiga bulan. Awalnya aku cocok dengan grup ini. Lalu, ketika orientasi anggotanya lebih banyak "menulis untuk mencari uang" aku

Rise (Episode Sandwich Tempe)

Betulan! Hidup kami baik-baik saja. "Iya, Ma. Nanti Mira usahakan. Assalamu'alaikum." Mira menutup telpon sambil menghela napas panjang. "Kenapa, Ma? Wajahnya kayak gagang sate dibalik," seloroh Rizki sambil beringsut dan duduk di sebelah Mira. "Hah? Maksudnya gagang sate dibalik?" "Tusuk. Dibalik. Jadi? Kku?" Rizki menaikkan alis. "Kkuusu .... Yaelah, bisa aje lu, Tong!" Mira meninju bahu Rizki. Selesai tertawa lepas, Mira kembali memasang wajah sendu. "Opa kamu sakit jantung. Udah seminggu dirawat di rumah sakit. Mama disuruh kirim uang," keluh Mira. "Lah, Opa bukannya punya banyak uang?" tanya Rizki bingung. "Iya, konsepnya harusnya gitu! Merintis karir di satu kantor BUMN selama 20 tahun lebih terus pas pensiun dapet pesangon. Tabungan pernah milyaran. Deposito juga ada harusnya. Pernah punya sekian rumah dan sekian mobil. Dulu, Mama pingin S2 aja gak mau bayarin, gara-gara Opa kamu pingin nyimpen uang b

Rise (Episode Bubur Candil)

Kami hidup baik-baik saja, kok! "Mamaaa, habis ini kentangnya diapain?" pekik Rizki. "Diberi perhatian, Nak," balas Mira dengan wajah sok bijak. "Ye, Mama single jadi begitu." Bibir Rizki dibuat monyong. "Oh, terus kamu mau kita ulek kentang ini dengan kekuatan penuh? Ya? Ya?! Nih!" Mira mengambil ulekan dan mulai menumbuk, mengulek, dan menghajar kentang kukus di dalam baskom. "Ma .... Jangaan!" Pyek! Baskom itu bolong. Kedua ibu dan anak itu saling pandang. "Kapan jadinya ini bubur candil?" batin Zidan, adik Rizki, yang sedari tadi memperhatikan kelakuan kakak dan ibunya dari balik tembok. Zidan membereskan hasil kekacauan yang dibuat kakak dan ibunya sedangkan Mira kini mengulen adonan kentang kukus. "Ambilin tepung tapioka, Ki," pinta Mira. Rizki berjalan ke lemari penyimpanan. Ketika ia membuka pintunya, ia tercengang. " Ebuset , semuanya jar kaca isinya serbuk putih semua?! Mana yang tepung tapioka?"

Pindangku Bukan Pindangmu

Bungkusan kertas minyak berwarna coklat di hadapanku tujuh tahun lalu itu membuatku mengernyitkan dahi. Ibu mertua bilang ini pindang. Anehnya, isi bungkusan itu adalah nasi lengkap dengan sejumlah lauk pauk berbahan dasar daging. Setelah dua puluh tahun tinggal di Bandung, hanya satu pindang yang aku tahu, yaitu ikan yang digarami lalu dimasak (bisa direbus atau diasap). Mamaku biasa membeli ikan pindang dari seorang ibu yang menjajakan dagangannya dengan berjalan kaki keliling komplek sambil memanggul keranjang anyaman bambu. Penjual itu berhenti di depan rumah lalu Mama memilih beberapa potong ikan pindang tongkol. Ikan itu biasanya Mama goreng dan disajikan dengan sambal. Sumber: https://www.blibli.com/p/ikan-pindang-tongkol-segar-isi-2-pc/ps--PAB-70112-00742 Ternyata masyarakat Trenggalek punya konsep berbeda soal pindang. Pindang di sini adalah daging sapi yang dimasak berkuah coklat agak kehitaman dengan cabai rawit yang mengapung di dalamnya. Rasa kuah pindang sapi sekilas miri

Kajian Sambal Tempe Edisi Ramadan

Apakah Mamah perlu rekomendasi makanan sahur bergizi yang bisa melancarkan ibadah? Kalau iya, aku sarankan masak sambal tempe. Pasalnya, panganan ini dijamin bisa membuat bangun sahur lebih mudah serta bebas lapar dan haus seharian. Resep Sambal Tempe Mamah hanya memerlukan sepertiga papan tempe, satu buah tomat, tiga siung bawang merah, enam siung bawang putih, dan sejumlah cabai sesuai selera. Tomat, bawang merah, bawang putih dan cabai digoreng hingga empuk lalu diulek hingga halus. Tempe diiris agak tipis lalu digoreng hingga pinggirnya cukup kering. Tempe yang sudah digoreng langsung diulek bersama sambal. Mamah tinggal menambahkan garam, gula, dan penyedap. Mudah, bukan? Manfaat Sambal Tempe 1. Mengurangi Rasa Lapar Bahan makanan berupa fermentasi kacang kedelai ini bisa disebut sebagai superfood karena memiliki sejumlah vitamin, mineral, antioksidan, hingga protein yang tinggi serta asam amino yang lengkap. Selain berfungsi memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, makanan berprot

Aku Pernah Benci Tempe

Ada satu masa dalam hidupku ketika aku begitu jijik melihat tempe. Ada satu kejadian tak termaafkan yang aku alami berkaitan dengan tempe. Waktu itu usiaku sekitar 12 tahun. Keluargaku baru pulang dari Cepu, Jawa Timur setelah menjemput nenekku yang ingin menginap di rumah kami di Bandung. Malam itu kami mampir ke sebuah restoran sunda. Kami memesan berbagai masakan, seperti nasi timbel, ikan goreng, ayam goreng, tempe mendoan, lengkap dengan sambal dan lalapan. Sepiring nasi timbel sampai di depanku. Buru-buru aku buka bungkusan nasi di dalam daun pisang. Aroma uap nasi hangat bercampur wangi daun pisang menguar di udara. Jemariku mengerucutkan nasi dan memasukkannya ke mulut beserta satu suwiran ayam. Melihat Mama yang asyik makan dengan mencolekkan potongan ikan goreng ke sambal, aku terdorong untuk mengikutinya. Kali ini suwiran ayam itu aku cocolkan ke sambal sebelum aku lahap dengan nasi. Sambil mengunyah, aku mulai menyusun strategi makanan mana selanjutnya yang aku santap dari