Dulu aku kira, hobi pasti dijalani seseorang seumur hidup. Maksudku, kalau memang suka dengan kegiatan itu dan merasa rileks setelah menjalankannya, mengapa berhenti? Kini aku tahu alasannya.
Menulis di Belakang Buku Tulis
Kira-kira ada tidak ya, siswa yang tidak pernah merasa bosan menyimak guru mengajar? Aku sih sering. Kalau sudah bosan, biasanya aku membuka halaman terakhir buku tulisku. Di sana aku menuangkan imajinasiku dalam bentuk tulisan. Jadi, meskipun aku sebetulnya tidak lagi memperhatikan penjelasan guru, aku tetap terlihat sedang belajar.
Ada kalanya, aku ingin tulisanku bisa disimpan dalam satu map. Oleh karena itu, aku menarik dua lembar kertas dari bagian tengah buku tulis. Aku tuliskan kisah pertemananku bersama gengku yang tidak berjalan mulus. Pasalnya, salah satu teman kami meninggal akibat penyakit kanker darah. Lalu, sisa anggota geng berebut seorang cowok idaman di kelas. Kisah cengeng itu seharusnya masih aku simpan di dalam map di rumah mertuaku.
Hobi itu sudah aku lakukan sejak duduk di bangku SMP. Aku kira, hobi menulis seperti itu akan bertahan seumur hidup. Nyatanya, ketika aku duduk di bangku SMA, aku tidak lagi menulis saat bosan mendengarkan guru berceramah. Aku lebih memilih makan camilan secara sembunyi-sembunyi atau bahkan berselancar di media sosial.
Hobi menulis itu kembali timbul tenggelam saat kuliah, menikah, punya anak, atau ada peristiwa penting lainnya. Seperti saat ini, suamiku akan lulus dari kuliah doktoralnya dan kami akan pindah ke negara bagian lain. Rasanya, hobi menulisku harus aku kesampingkan supaya aku tetap waras dalam mengurus segala kebutuhan pindahan.
Membuat Hadiah Rajutan untuk Pacar
Aku mulai belajar soal rajutan waktu kuliah. Pertama kali aku belajar merajut ketika aku pergi ke sebuah toko kerajinan tangan di Bandung. Di sana aku diajari dasar-dasar merajut.
Waktu pacarku mau wisuda, aku ingin memberikan buah tangan yang aku buat sendiri. Aku berinisiatif beli benang rajut dan membuat topi rajut untuknya.
Setelah menikah, suamiku kurang setuju jika aku melanjutkan hobi merajut. Alasannya, hobi ini menghabiskan banyak waktu. Perkatannya ada benarnya karena untuk membuat satu syal dengan pola sederhana sepanjang 2,5 m memerlukan waktu tiga bulan. Itulah terakhir kali aku merajut, hampir tujuh tahun lalu.
Kini, aku ingin mencoba merajut lagi karena aku perlu suatu kegiatan yang menenangkan. Setiap helaian benang yang aku rajut memerlukan kesabaran, ketelatenan, dan akurasi. Terkadang, kalau jenis tusukannya sama, aku bisa merajut sambil menggunakan hitungan tusukan sambil bertasbih. Aku pikir, kegiatan merajut ini bukan tentang produk akhirnya tetapi prosesnya.
Membuat Nastar atau Makanan Kering Lainnya
Solusi terbaik dari kangen makanan Indonesia adalah membuatnya sendiri. Sayangnya, repot juga kalau aku lagi kangen nastar, brownis Amanda, atau makanan yang dipanggang lainnya. Namun, aku pernah lho meluangkan waktu untuk belajar dan membuat nastar sendiri.
Sejak punya dua anak dan sempat sibuk dengan dunia blogging, keinginanku untuk iseng membuat makanan yang dipanggang jadi sirna. Padahal, memasak makanan yang lezat tidak hanya membahagiakan diri sendiri, tetapi juga anak dan suami. Tentu, aku lebih senang melihat keluargaku menikmati makanan yang aku buat.
Penutup
Hobi-hobi yang datang dan pergi ini membuatku belajar bahwa terkadang ada hal yang tidak bisa aku lakukan meskipun aku sangat menyukainya. Ada saatnya di masa depan aku bisa melakukan hobi-hobi ini dengan leluasa. Semua hobi-hobi ini juga jadi bagian dari ilmu bermanfaat yang pernah aku pelajari. Tidak ada yang sia-sia :)
Komentar
Posting Komentar