Tahun 2012.
Kami sama-sama bukan mahasiswa SBM, tapi kami cukup sering menggunakan piano di sini. Ini caraku healing. Rasa lelah ketika duduk di bangku kelas mendadak sirna saat duduk di kursi piano itu.
Aku menyukai lelaki ini. Inginku berharap kami bisa jadi lebih dari sekedar teman. Lagipula, perhatian yang ia berikan ... berbeda.
Maksudku, siapa lagi temanku yang akan menyuruhku berhenti pakai baju warna gelap karena aku keliatan suram? Siapa lagi temanku yang akan memastikan aku tidak memesan makanan pedas ketika ke kantin? Dia tahu, aku penderita mag akut dengan sejumlah pantangan makanan.
Kami pernah terlibat dalam tugas kelompok RBL Fisika. Tugasnya remeh, membuat balon terbang, tapi sialnya, susah banget.
Lima prototype berlalu, balon terbang kami belum juga terbang. Seminggu sebelum deadline, salah satu teman kami berinisiatif membeli balon terbang di Gasibu dan membuat tiruannya.
Ketika teman-teman kami sedang membuat tugas di kosan lelaki itu, ia memintaku mengantar ke binatu untuk mengambil bajunya. Aku memang mengendarai mobil ke kampus dan sudah biasa mengantarnya ke beberapa tempat kalau dia meminta.
Sekembalinya kami ke kosan, teman-teman kami berhasil membuat satu balon terbang. Namun, mereka belum mengujinya. Mereka malah mengajak kami bermain "truth or dare". Kalau balon ini bisa terbang, satu demi satu anggota harus menepati janjinya.
Balon itu terbang. Aduh, aku harus ngejawab pertanyaan truth ini, nih?
"Ayo, Ilma. Jadi, siapa orang yang kamu suka?" tanya salah satu temanku.
Aku tidak bisa duduk tenang. Lalu, aku berdiri dari sofa sambil berjalan memutar. Aku memandang wajah lelaki itu sebentar lalu menunduk lagi. Malu!
"Duh, harus banget dijawab, nih? Kalian udah tau lah siapaa ..." jawabku agak merengek sambil memandang ke arah lain.
"Cieee .... Wiraa!" Sorak teman-temanku memanggil nama lelaki itu.
Belakangan aku tahu, balon itu sudah dicoba dan bisa terbang. Mereka memang ingin menjebakku dan lelaki itu. Sebal!
Aku pikir kami akan kikuk ketika bertemu. Syukurnya, kami masih berteman biasa, bahkan terkadang makan siang bareng.
Kami akhirnya terpisah karena jurusan. Interaksi kami mulai berkurang apalagi setelah dia punya pacar. Kini kami tidak pernah bertemu fisik lagi, paling hanya sekedar berbalas komentar di Facebook saja.
Suatu malam pada tahun 2014.
Setelah sekian lama dia tidak pernah menghubungiku, tiba-tiba saja dia menelpon. Dia putus dengan pacarnya. Aku mendengarkan dengan seksama segala curahan hatinya. Namun, satu pertanyaan tak terduga ini nyaris membuat jantungku berhenti berdetak.
"Kita dulu kan pernah sama-sama suka. Gimana kalau kita jadian aja?"
Aku diam. Ini serius atau bercanda? Bukankah dia tahu kalau kita ....
"Eh jangan, deh. It won't work," sanggahnya sendiri.
Oh Tuhan, dia lelaki baik. Hikmah apa yang ingin Engkau ajarkan kepadaku dibalik cinta kepada orang yang Engkau ciptakan punya jurang besar denganku?
Tahun 2017.
"Jadi gimana sih ceritanya dulu kamu sampai suka sama aku?" Tanyaku iseng ke suami.
"Yah, habisnya ada cowok yang pakai jahim masa namanya cewek?"
"Itu Machi pinjem jahim aku. Haha. Lagian dia cerita, masa tiap dia lewat HMIF selalu kamu cegat buat nanyain kabarku. Ciee, naksir udah lama tuh! Eh, kamu emang nggak temenan deket sama Wira? Pas TPB aku sering liat kalian ngobrol." Mendadak aku penasaran hal ini juga gara-gara mereka sejurusan.
"Iya, dulu."
"Kalian dulu pasti sering ngomongin aku, ya?" Ge-er gitu, Ilma!
"Dia pernah bilang, kalau kamu suka sama Ilma, kamu mending belajar nyetir, deh."
"Terus kamu beneran belajar nyetir setelah itu?" Tanyaku tak percaya.
"Iya, aku belajar sama Ayah pas libur semester."
Aku tertegun. Ternyata ini hikmahnya. Tuhan titipkan rasa cinta supaya lelaki itu mengenalku lebih dalam. Lalu Tuhan gerakkan ia untuk membimbing jodohku.
Hai, orang baik! Terima kasih sudah jadi perantara. Semoga kamu pun bahagia dengan jodohmu.
Komentar
Posting Komentar