Suamiku sampai memaki pas nonton film ini dan bikin aku kaget wkwk. Mana aku kan nonton gaya buibu, yang nonton dikit terus ditinggal pas anak rewel 😩
Suatu malam, anak-anak udah tidur, aku dan Pak Suami masih melek. Terus dia ajak aku nonton Netflix, kebetulan langganan sepaket sama nomor HP.
Sambil aku ke kamar mandi, dia udah sarching film yang mau ditonton, terus muncullah adegan pertama yang menampilkan penampilan tarian. Aku langsung nyeletuk, "Eh, ini film Indonesia, gak sih?"
Pas aku liat judulnya, Photocopier, aku gak langsung nyadar. Yah, meskipun aku pakai bahasa Inggris sehari-hari bukan berarti otakku langsung gampang switch dari bahasa Indonesia ke Inggris wkwk.
Sumber: imdb |
Tapi aku bersikukuh nginget-nginget ini tuh film apa. Pas liat adegan arak-arakan dengan baliho bersimbol matahari barulah aku betul-betul sadar ini tuh film Penyalin Cahaya. Aku cuma tau skandal salah satu krunya karena beritanya sempet berkeliaran di sosmed.
Aku amazed gitu kan ada film buatan anak negri di Netflix. Terus Pak Suami bilang emang Netflix ngasih biaya buat tim produksi film yang punya ide buat filn yang bagus. Well, film ini dapat award kan. Jadi aku penasaran aja, sebagus apa.
Yang Pak Suami sorotin justru rate-M nya. Kata dia, film Indonesia gak mungkin ada gitu-gitunya kan, ya? Maksudnya, gak mungkin terlalu vulgar lah. Aku terus cerita pernah liat beritanya kalau film ini tentang kasus pelecehan seksual. Terus buru-buru distop sama Pak Suami. Katanya, kalau mau nonton, nonton aja, gak usah bahas beritanya 😅
Yowis, kami pun menikmati ceritanya. Aku terkesan dengan alur cerita film ini yang sulit ditebak. Padahal kan cuma nyari si pelaku pelecehan. Masalahnya, ada aja orang-orang di dekat pelaku utama, Suryani, yang nampak mencurigakan.
Nah, bagian paling ngeselin itu ngeliat perilaku bapaknya Suryani yang gak peduli dan cuma cari aman. Pak Suami sampai memaki si bapaknya ini. Sumpah, aku sampai kaget lho. Biasanya Pak Suami cuma komentar tipis lah kalau nonton film. Emang cerita dan penokohan bapaknya Sur (panggilannya Suryani) ini "damage"-nya gede banget wkwk.
Aku memang gak nonton film ini secara runut dari awal sampai akhir karena sering ada panggilan anak bayi buat nyusuin. Jadinya ngerasa ada banyak hal yang skip. Meskipun begitu, ceritanya emang menarik dan layak dapat award.
Satu hal yang rada "naon sih?" cuma pas pelakunya muncul pakai kostum ala-ala. Yah gitulah pokoknya. Aku gak mau terlalu spoiler di sini (kayaknya malah hampir gak nyeritain apa-apa soal filmnya yak wkwkwk).
Nilai-nilai yang ingin ditekankan oleh film ini ada empat:
1. Menjadi korban itu berat
Apalagi kalau pelakunya punya kuasa. Korban justru ditekan sebagai penyebar isu tidak benar. Salut buat badan hukum, ormas, atau LSM yang memberi dukungan bagi korban pelecehan.
2. Institusi pendidikan belum tentu mendidik
Yang ada hanya melindungi kepentingan. Seingetku pernah ada kasus serupa (beneran terjadi di dunia nyata) dan korbannya memang ditekan sama institusi pendidikan tempat ia menimba ilmu. Alasannya, korban mencoreng nama baik institusi.
3. Kehati-hatian itu perlu
Di sini memang Sur kurang hati-hati. Ia sudah mendapat peringatan supaya tidak terjebak. Tapi Sur memilih mengabaikannya. Mungkin karena si pemberi peringatan lebih keliatan kayak orang ngejekin.
4. Kegigihan akan membuahkan hasil
Yup, akhirnya pelaku terkuak, meskipun untuk menghukumnya dibutuhkan dukungan banyak pihak. Jadi, kalau kamu sedang dalam situasi sulit, tetaplah semangat dan cari lingkungan yang membantumu.
Temen-temen udah nonton film ini? Bagikan reaksi temen-temen di kolom komentar, ya!
Komentar
Posting Komentar