Sistem komunikasi memang semakin canggih, tapi ada rasa yang hilang. Sebaik apapun emoji yang bisa disisipkan dalam pesan singkat, masih sering terasa kurang cocok menggambarkan emosi saat menuliskannya.
Video call memang bisa menjadi pilihan untuk melihat secara langsung lawan bicara kita. Namun, bisakah ia menggantikan jabatan tangan yang lembut, pelukan hangat, atau sekedar aroma parfum saudara kita yang sudah lama tak berjumpa?
Yang paling penting, apakah semua orang yang kita kenal bersedia video call sama kita? Sekalipun mereka adalah saudara yang setiap lebaran pasti berjumpa, tetap ada rasa ngapain, sih harus video call?
Ini adalah kali keempat aku menerima kabar duka dari keluarga di Indonesia selama perantauan tiga tahun di negri orang. Mereka adalah orang-orang yang aku kenal baik. Tapi tidak cukup baik sampai aku berani mengajak mereka video call. Teman-teman mengerti maksudnya, kan?
Komunikasi jarak jauh itu tidak mudah, kawan. Kenyataannya, kita tidak bisa benar-benar hadir saat berkomunikasi. Sebagian besar obrolan pun biasanya sebatas basa-basi.
Misalnya saja, aku ingin menanyakan kabar. Mereka mungkin hanya sebatas menjawab, "Alhamdulillah baik". Padahal bisa saja mereka sebetulnya sedang sakit dan berusaha menutupi dariku. Alasannya, supaya tidak membebani pikiranku.
Apalagi kalau mereka sedang enggan membalas pesanku. Betapa mudahnya jadi lost contact di jaman dengan sistem komunikasi yang canggih.
Saranku, jika teman-teman masih bisa berkunjung secara fisik ke sanak saudara, jangan sia-siakan kesempatan ini, ya. Mudah-mudahan niat teman-teman untuk silaturahmi dimudahkan :)
Komentar
Posting Komentar