Pak Saiful termenung mendengar penjelasan Roni. Ia akhirnya mengizinkan siswa kelas 1 SMA 70 Bandung itu untuk tidur di ruang penjaga masjid. Roni menginap di masjid sebrang sekolahnya mulai malam itu, malam tanggal 1 Ramadan.
Pukul tiga pagi, Pak Saiful mulai membersihkan aula masjid. Tak lama, ia melihat Roni baru usai berwudu. Ia melakukan salat tahajud lalu belajar untuk ujian kenaikan kelas. Hal ini membuat pria setengah abad itu geleng kepala. Bagaimana bisa anak soleh dan rajin ini tidak diinginkan keluarganya?
Roni lahir dari keluarga yang kurang beruntung. Ia bersekolah dengan dukungan beasiswa penuh. Ia pintar dan rajin beribadah. Sayang, orangtuanya tidak hanya jauh dari agama, tapi juga melarang anaknya beribadah.
Ayah Roni, yang merupakan supir angkot, gemar berjudi. Ibunya bekerja di diskotik. Mereka melarang Roni untuk shalat dan puasa. Alasannya, mereka khawatir ketika anaknya rajin beribadah membuatnya jadi ekstrimis dan puasa bisa membuatnya susah berpikir ketika ujian.
Roni tentu tidak terima, tapi demi menghindari bogem mentah ayahnya, dengan segenap keberanian, ia memilih tidur di masjid dekat sekolah. Beruntung, ia mengenal baik Pak Saiful, penjaga masjid. Roni pun tidak serta merta hanya tinggal di sana. Ia menawarkan bantuan untuk mengurus masjid, terutama untuk menyiapkan takjil.
Minggu ujian sekolah telah berlalu. Pak Saiful mengingatkan Roni untuk pulang ke rumah karena Islam mendidik umatnya untuk berbuat baik kepada orang tua. Awalnya, Roni merasa enggan. Namun, Pak Saiful memberi ide untuk Roni.
Hari itu, setelah Roni mengikuti program pesantren kilat di sekolah, ia memberanikan diri pulang ke rumah. Jam menunjukkan pukul dua belas siang. Ia yakin ibunya akan mulai menyiapkan makan siang untuk ayahnya yang sebentar lagi akan pulang untuk makan.
Sesampainya di rumah, ibunya langsung mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Roni hanya tersenyum sambil menyerahkan sebuah plastik berisi dua porsi soto kesukaan ayahnya. Ibunya terdiam sambil bergegas menyiapkan makanan di meja.
Roni sengaja duduk di meja makan dan menemani kedua orangtuanya makan siang. Ketika ditawari makan, ia hanya menjawab sedang puasa. Beruntung kali ini ayahnya tidak marah karena Roni beralasan pekan ujian sudah usai meskipun ayahnya mengancam akan mengusirnya dari rumah apabila hasil ujiannya jelek dan beasiswanya dicabut.
Roni memang sudah tinggal di rumahnya tetapi ia tetap datang ke masjid untuk membantu Pak Saiful. Apalagi, Pak Saiful lah yang memberi uang supaya Roni membelikan makan siang orangtuanya setiap hari. Ia merasa berhutang budi kepada Pak Saiful.
Menjelang akhir Ramadan, beberapa nilai ujian Roni sudah keluar. Ternyata, hasil ujiannya hampir semuanya bernilai sempurna. Dengan bangga ia tunjukkan kepada orangtuanya ketika mereka sedang makan siang. Saat itulah ayah Roni mengungkapkan hal yang mengejutkan. Ia meminta Roni untuk mengajaknya berpuasa keesokan harinya.
Roni diliputi rasa haru. Keberaniannya pergi untuk sementara waktu dari rumah tidak hanya menyelamatkan imannya, tapi juga menjadi jalan dakwah kepada orang tuanya.
terharu teh Yusi ... keren ya Roni bisa memberikan contoh kepada orangtuanya.
BalasHapussalam semangat ramadan
maaf teh Ilma ... tuh kan ketuker-tuker namanya,
HapusAlhamdulillah, makasih teh dewi. Hihi ngga papa ^^
Hapus